Sukses itu kalau kita bisa upgrade gadget sewaktu-waktu. Bisa gonta-ganti mobil keluaran terbaru. Rumah yang nyaman dan serba beres di tangan pembantu. Bebas berpakansi ke luar negeri mengunjungi tempat-tempat baru. Tabungan pendidikan, asuransi kesehatan, dan jaminan hari tua punya infus dana satu-satu.
Sukses itu jika masyarakat memandang kagum dan menghormati. Setiap omongan kita disimak dan dihargai. Orang mengiyakan saja segala apa yang kita maui. Entah karena wibawa atau uang, tak peduli.
Tolok ukur paling mudah melihat kesuksesan memang dari warna-warni dekorasi duniawi. Begitulah selama ini kita diajari. Indikasinya nampak nyata terutama saat idul fitri. Banyak orang berlomba menghias diri. Menjadikan hari-hari itu menjadi momentum pergerakan ekonomi paling tinggi di negeri ini.
Tapi benarkah itu sukses yang sejati? Orang beriman punya standar sendiri. Sukses tak semata dilihat dari berlimpahnya pundi-pundi. Apalagi jika ternyata didapat dari patgulipat dan korupsi.
Dalam hal harta benda, sukses yang sebenarnya adalah ketika kelak dapat menjawab dengan selamat pertanyaan Allah Ta'ala tentang cara kita mendapatkan harta serta bagaimana membelanjakannya. Sedangkan puncak kesuksesan adalah ketika kita selamat melewati shirat, lalu masuk dalam surga Allah dengan aman sentosa.